Jumat, 21 Januari 2011

TETANUS

TETANUS
A. Definisi
Tetanus adalah (rahang terkunci/lockjaw) penyakit akut, paralitik spastic yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin, yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.( Ilmu Kesehatan Anak, 2000 oleh Richard E. Behrman, dkk, hal 1004 )
Tetanus adalah manifestasi sistemik yang di sebabkan oleh absorbs eksotoksin sangat kuat yang dilepaskan oleh Clostridium Tetani pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia.( Buku Kuliah Ilmu kesehatan Anak, 1985 oleh bagian kesehatan anak fakultas kedokteran univeersitas Indonesia, hal 568
Tetanus adalah gangguan neorologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.( Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, 2007 oleh fakultas Kedokteran Universitas Indonesia )
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
Tetanus Neonatorum: penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebiih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 )
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Tetanus adalah penyakit infeksi dan gangguan neorologis yang di akibatkan toksin protein tetoonospasmin dari kuman Clostridium Tetani, yang ditandai dengan manisfestasi kliniknya meningkatnya tonus otot dan spasme

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah Clostridium Tetani yaitu obligat anaerob pembentukan spora, gram positif, bergerak, yang tempat tinggal (habitat) alamiahnya di seluruh dunia yaitu di tanah, debu dan saluran pencernaan berbagai binatang. Pada ujungnya ia membentuk spora, sehingga secara mikroskopis tampak seperti pukulan gendering atau raket tenis. Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak di dalam autoklaf, tetapi sel vegetative terbunuh oleh antibiotic, panas dan desinfektan baku. Tidak seperti banyak klostridia, Clostridium Tetani bukan organisme yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui toksin tunggal, tetanospasmin yang lebih sering disebut sebagai toksin tetanus. Toksi tetanus adalah bahan kedua yang paling beracun yang diketahui, hanya di unggulin kekuatannya oleh toksin batulinum.
C. MANISFESTASI KLINIS
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka dengan tanah, kotoran binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mngalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intramuscular, dan pembedahan.
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Trismus ( kesukaran membuka mulut ) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai opistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector trunki ).
3. Ketegangan otot dinding perut ( harus dibedakan dengan abdomen akut ).
4. Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.
5. Rikus sardonikus karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas ), sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai dengan rasa nyeri. Kadang-kadang di sertai perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan di otak.
D. PATOFISIOLOGI
Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam misalya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan mngakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan clostridium tetani.
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, mempaebanyak diri dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas yang terinfeksi. Plasmid membawa gena toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris,sesudah ia mengalami ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksi ini menghalangi pelepasan neurotransmitter . toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan




E. PATHWAY
(Hubungan Sebab Akibat)











Tonus otot  Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis
Gangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan
pada tetanus -Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
-Takikardi

Hipoksia berat

 O2 di otak

Kesadaran 

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia
-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas
Verbal -Kurangnya pengetahuan
Ortu
-Dx,Prognosa, Perawatan


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Liquor Cerebri normal
b. hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
c. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
d. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
2. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.
Pengkajian Umum
a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
d. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak ada/oliguria)
f. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
g. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
G. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian
 Keluhan Utama
 Kaji identitas klien, yaitu mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal dan jam masuk RS, nomor register, diagnosa medis
 Kaji Riwayat Kesehatan Sekarang
adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat..
 Kaji Riwayat Kesehatan Keluarga

DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan, ditandai dengan : ronchi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria:
• Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada
• Pernafasan 16 – 18 kali/menit
• Tidak ada pernafasan cuping hidung
• Tidak ada tambahan otot pernafasan
• Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 – 7,45 ; PCO2= 35 – 45 mmHg, PO2 = 80 – 100 mmHg )


Intervensi dan rasional :
a. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
Rasianal : secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
b. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi) tiap 2 – 4 jam sekali
Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
c. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan section.
Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret, sehingga mempermudah proses respirasi.
d. Oksigenisasi sesuai intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi hipoksia
e. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
f. Observasi timbulnay gagal nafas/apnea
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilation)
g. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik)
Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan mencegah kekentalan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang menumpuk.
Tujuan : pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
• Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen
• Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit
• Tidak sianosis
Intervensi dan rasional :
a. Monitor irama pernafasan dan respirasi rate
Rasional : indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.
b. Atur posisi luruskan jalan nafas
Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
c. Observasi tanda dan gejala sianosis
Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
d. Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya hipoksia.
e. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
f. Observasi timbulnya gagal nafas
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilato)
g. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
Rasional : kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia), yang ditandai dengan : suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3
Tujuan : suhu tubuh normal
kriteria :
• Suhu kembali normal 36 – 37 °C
• Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3

Intervensi dan rasional :
1. Atur suhu lingkungan yang nyaman
Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi
2. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion
3. Berikan hidrasi atau minum yang adekuat
Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.
4. Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka
Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka
5. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang
Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6. Paksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik
Rasional : obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit
Rasional : hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
a. Berat badan optimal
b. Intake adekuat
c. Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%
Intervensi dan rasional :
a. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh
Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet.
b. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar.
Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah
c. Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line
Rasioanal : pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
d. Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu
Rasional : NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Anda Telah Berkunjung Diblogg saya